INTPF 2022: Towards Hydrogen Economy: Lessons from The Netherlands

Link youtube: https://youtu.be/kMdzkzzo0fk

Liputan Media:

https://kemlu.go.id/thehague/id/news/21575/dukung-percepatan-transisi-energi-nasional-kbri-den-haag-selenggarakan-intpf-2022

https://tirto.id/pemerintah-dorong-penggunaan-energi-hidrogen-untuk-masa-depan-ri-gxXV

https://voi.id/en/news/223802/ksp-government-encourages-hydrogen-to-be-an-energy-source

https://www.google.com/amp/s/voi.id/amp/223802/ksp-pemerintah-dorong-hidrogen-jadi-sumber-energi

https://id.berita.yahoo.com/amphtml/ksp-sumber-energi-hidrogen-semakin-062017353.html

https://m.antaranews.com/amp/berita/3215157/ksp-sumber-energi-hidrogen-semakin-krusial-di-masa-depan

https://en.antaranews.com/news/257933/ksp-pegs-hydrogen-as-more-crucial-energy-carrier-in-future

https://indonesia.jakartadaily.id/pertambangan-energi/amp/pr-6935410441/indonesia-dan-belanda-jalin-kerjasama-pengembangan-hidrogen-sebagai-future-economic-commodity

https://www.neraca.co.id/article/170859/sumber-energi-hidrogen-akan-semakin-krusial-di-masa-depan

https://nusantaratv.com/news/ksp-sumber-energi-hidrogen-semakin-krusial-di-masa-depan

https://ambon.antaranews.com/berita/141853/ksp-ungkap-sumber-energi-hidrogen-semakin-krusial-di-masa-depan

Hampir ratusan penyedia teknologi dengan rekam jejak internasional terlibat dalam pengembangan ekosistem hidrogen di Belanda, dengan produksi hidrogen hingga 9 Juta m3/tahun. Hal ini menjadikan Belanda sebagai produsen hidrogen terbesar kedua di dunia yang didukung oleh posisi strategisnya di jantung infrastruktur hidrogen Eropa. Sinergi dan kolaborasi erat dengan Belanda berpotensi membantu Indonesia dalam akselerasi pengembangan ekosistem hidrogen.

Untuk membahas hal tersebut, Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA-ITB) Belanda bekerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Den Haag, dan Energy Academy Indonesia (ECADIN), menggelar Workshop bertajuk “Towards Hydrogen Economy: Lessons from the Netherlands”, yang merupakan implementasi dari program INTPF (Indonesia-Netherlands Technology Partnership Forum). 

Secara khusus, acara ini bertujuan untuk mempelajari secara komprehensif terkait ekosistem hidrogen di Belanda, serta peluang implementasinya di Indonesia, mulai dari sisi kebijakan dan strategi, implementasi skala industri, hingga dukungan riset akademik terkait pemanfaatan hidrogen. 

Acara ini diselenggarakan selama 2 hari, pada Rabu-Kamis, 26-27 Oktober 2022, yang berlokasi di Energy Academy Building, University of Groningen, Belanda.  Di hari ke-2, juga dilakukan kunjungan ke Groningen Seaport-Eemshaven untuk melihat pemanfaatan hidrogen sebagai energi dan pendukung industri proses. 

Pada hari pertama, diadakan workshop yang menghadirkan para pembicara dari Belanda dan Indonesia, yang diselenggarakan secara hybrid (online dan in-person). Bertindak sebagai moderator yaitu Prof. Bayu Jayawardhana (Director of Mechanical Engineering, Masters Programme, University of Groningen) dan Ryvo Octaviano (Technical Consultant Energy Transition, TNO Belanda).

Dalam sambutan awalnya, Ketua Panitia dan Founder ECADIN, Dr. Desti Alkano menyampaikan bahwa INTPF dimaksudkan sebagai platform yang memfasilitasi kerjasama antara pemangku kepentingan dalam bidang sustainable technology antara Indonesia dan Belanda. “Pada tahun ini INTPF fokus mengupas peran hidrogen dalam era transisi energi”, ujar Desti menjelaskan dalam sambutannya.

Acara secara resmi dibuka oleh Dubes H.E. Mayerfas yang juga menekankan bahwa hidrogen memiliki peran krusial dalam era energi berkelanjutan, serta berharap dapat tercipta kolaborasi global antara Indonesia dan Belanda dalam pengembangan ekosistem hidrogen. Dalam kesempatan ini, Bapak Dubes juga menyampaikan apresiasi terhadap para pihak yang terlibat dalam mensukseskan acara ini.

Sebagai pembicara utama adalah Hageng Nugroho (Senior Energy Advisor, Kantor Staf Presiden Republik Indonesia) dan Carla Robledo (Senior Policy Advisor Hydrogen Team, Ministry of Economic Affairs and Climate Policy, Kingdom of The Netherlands). Menurut Hageng Nugroho, “Di era saat ini, hidrogen tidak hanya sebagai aset energi semata, namun harus dipandang sebagai future economic commodity. Presiden juga menekankan bahwa kolaborasi global untuk reduksi emisi karbon perlu terus diupayakan”. Menanggapi hal tersebut, Carla Robledo menyampaikan bahwa pada akhir 2022, Belanda akan meluncurkan Hydrogen Roadmap, dimana secara garis besar menjelaskan bahwa pengembangan hidrogen di Belanda telah diupayakan secara berkelanjutan melalui strategi di 3 area utama mencakup bidang supply (production & import), infrastruktur, dan international cooperation terkait rantai pasok (supply chain)

Dihadirkan pula Prof. Aravind Vellayani (Professor dan Chair of Energy Conversion, University of Groningen) serta Prof. Paolo Pescarmona (Program Director of Chemical Engineering, University of Groningen dan Partner of HydroHub). Kedua akademisi tersebut menjelaskan sisi keteknisan dari produksi dan pemanfaatan hidrogen serta profil ongoing research yang dilakukan oleh University of Groningen dan HydroHub. Secara khusus, Prof. Aravind Vellayani menjelaskan prinsip dan konversi hidrogen sebagai green energy carrier, serta upaya menuju comprehensive knowledge hub for hydrogen yang melibatkan sinergi keilmuan teknis dan sosial. Di samping itu, prinsip dan perbandingan teknologi electrolyzer, serta peran elektrokatalis dalam meningkatkan efisiensi proses, dijelaskan secara menarik oleh Prof. Paolo Pescarmona.

Dari sudut pandang industri, Lars de Groot (Managing Director, DEMCON Industrial Systems) menyampaikan peluang pemanfaatan hidrogen yang dilakukan oleh DEMCON, mencakup inovasi modular stack electrolyzer yang nantinya ditargetkan mencapai kapasitas 1 MW. Dijelaskan pula mengenai overview WAviatER project, dengan target implementasi teknologi hydrogen untuk Groningen Airport. Sementara, Tina T. Kemala Intan, (Director of Human Resources, Governance and Risk Management PT Pupuk Indonesia), menyampaikan roadmap transformasi human capital dari PT Pupuk Indonesia menuju penerapan green ammonia 2040-2050, mengingat bahwa Pupuk Indonesia adalah perusahaan pupuk terbesar di Asia Tenggara yang perlu melakukan Langkah terkait sustainability

Eddie Lycklama a Nijeholt (Project Director of Hydrogen Backbone, GasUnie) juga menyampaikan bahwa inovasi dan kolaborasi menjadi kunci bagi industri untuk beradaptasi dengan meningkatnya demand hidrogen ini. Sebagai contoh, GasUnie aktif berpartisipasi dalam proyek kolaboratif di sekitar Belanda dengan mengutamakan integrasi sistem. Lebih lanjut, GasUnie menjelaskan roadmap penyediaan 660 km integrated hydrogen pipeline grid, dimana 490 km direncanakan dari konversi pipa gas eksisting dan tambahan 170 km jaringan perpipaan baru.

Sementara, di hari kedua, para peserta berkesempatan melakukan site visit (on-site tour) dan diskusi dengan pengelola dan industri di kawasan Groningen Seaport, Eemshaven. Kunjungan dimaksudkan sebagai benchmarking terkait pelabuhan yang menjadi hub transportasi, logistik, dan energi secara terintegrasi. Diharapkan pelabuhan ini dapat memberi inspirasi bagi sustainable seaport di Indonesia yang nantinya dapat mencakup rantai pasok global hydrogen, sesuai harapan Bapak Dubes Mayerfas yang ikut mendampingi kunjungan ini. 

Eric Bertholet (Business Manager Offshore Wind, Groningen Seaports) menjelaskan fasilitas serta stakeholder yang terlibat di Groningen Seaport serta tahapan pengembangan Groningen Seaport. Kawasan ini sebagian energinya telah ditopang oleh offshore dan onshore wind turbine, yang didukung oleh monitoring dan penyimpanan energi yang terintegrasi. Dalam tahun-tahun mendatang, bahkan telah disiapkan sejumlah lahan bagi electrolyzer untuk menghasilkan green hydrogen. Penjelasan dilanjutkan oleh Chris Scheerder (Plant Manager, RWE) utamanya terkait transformasi dan target/strategi produksi hidrogen. Upaya dekarbonisasi RWE melalui proyek ‘BECCUS’ juga dijelaskan secara lebih lanjut.  

Kunjungan juga dilakukan ke Engie untuk melihat perencanaan proyek hidrogen yang sedang/akan diinisiasi, selain juga melihat secara langsung operasi eksisting dari Combined Cycle Power Plant (1,8 GW). Harry Talen (Plant Manager Gas Fired Power Plants NL, Engie) menyampaikan bahwa saat ini Engie juga berfokus pada: pembangkitan dengan low CO2 (dekarbonisasi), large scale storage dan hibridisasi pembangkit, serta terlibat pada produksi hidrogen dan green fuel

Perlu disadari bersama bahwa, peran hidrogen sebagai energy carrier akan semakin krusial di masa mendatang, baik di sector pembangkitan energi, mobility/transportasi, maupun sustainable aviation system. Besar harapan bagi Indonesia untuk segera menciptakan ekosistem hidrogen agar keekonomian semakin menarik, sehingga keterlibatan pemangku kepentingan terkait dapat terus dioptimalkan. 

Menutup rangkaian acara INTPF 2022, Raymon Frediansyah, selaku Ketua IA-ITB Belanda menyampaikan bahwa INTPF akan terus didorong secara rutin agar dapat berkontribusi dalam pemecahan masala nasional, khususnya di bidang teknologi dan sustainability. Panitia juga menampilkan booklet yang dapat diunduh di http://iaitb.nl/INTPFbooklet yang merangkum seluruh kegiatan INTPF termasuk daftar kontak para stakeholder yang terlibat untuk mendorong kolaborasi lebih lanjut ***(AIM).

Indonesia-Netherlands Technology Partnership Forum (INTPF) 2021 – Webinar Series

INTPF 2021 Webinar Series: Bridging The Gap and Harnessing Sustainable Energy

Booklet INTPF: iaitb.nl/INTPFbooklet

Website INTPF: partnership.iaitb.nl

Liputan Media:

https://www.itb.ac.id/berita/detail/57927/ia-itb-nl-dan-kbri-belanda-bahas-teknologi-baterai-laut-sebagai-pilihan-aman-penyimpanan-pasokan-energi

https://kemlu.go.id/thehague/id/news/15966/potensi-immersion-cooling-technology-dalam-meningkatkan-efisiensi-energi-di-indonesia

https://kabarbelanda.com/2021/12/15/mampukah-indonesia-terapkan-pajak-karbon-seperti-uni-eropa/

Link Youtube:

Foreword and Background INTPF by Chairman IA-ITB Netherlands (Raymon Frediansyah)

Indonesia and the Netherlands have always maintained close relationships in bilateral economics, trades, and investments. The latest state visit of King Willem-Alexander and Queen Maxima to Indonesia in March 2020, joined by immense Dutch business delegates with its economic mission to Indonesia; accentuates and strengthens this valuable Indonesian-Dutch economic relationship further. Technological partnerships, cooperation and investments are an integral part of this bilateral relationship between the two countries. INTPF (Indonesia – the Netherlands Technology Partnership Forum) aims at promoting and fostering these further by becoming an invaluable technological and information hub for stakeholders both in Indonesia and the Netherlands.

INTPF has been set up as a multi-years collaborative project between Bandung Institute of Technology Alumni Network – the Netherlands Chapter (IA-ITB NL) and Indonesian Embassy in The Hague, and this year it is also fully supported by Energy Academy Indonesia (ECADIN). 

The topic of sustainable and renewable energy was chosen as the focus of INTPF 2021, with the main theme of “Bridging The Gap and Harnessing Sustainable Energy”. While Indonesia aims to increase the renewable energy share to 23% by 2025, in 2020 renewable energy only accounted for 11.2% of the national energy mix sources. Clearly, it remains a challenge moving forward. On the other hand, the Netherlands has a competitive advantage where prominent institutions and companies in this sector are present.

To date, several ongoing partnerships and collaborations have been taking place in this area between the two countries. Giving a few examples (but not limited to): PT Pertamina – LEN – Hyet Solar cooperation in building Indonesia’s first thin film solar PV factory, and joint-development of small-scale and stand-alone hybrid wind power plants in Indonesia between Pondera BV and PT Quadran Energi Rekayasa.

The opening event of INTPF symposium in December 2020 was organized as an initial event addressing “experience-based learnings” from these ongoing initiatives and collaborations. Lessons learned about gaps, challenges, hurdles, and opportunities in establishing partnerships in sustainable energy businesses in Indonesia were shared & discussed.

As follow-up to this symposium, several discussion webinars/webtalks were organized this year to create further opportunities & learnings by zooming-in to selected aspects/topics in sustainability and sustainable energy technologies. These series of webinars unfortunately had to be organized online due to the global corona pandemic.

5 webinar series were successfully held this year with varying emerging topics in renewable energy sectors i.e. hydrogen technology & economy, ocean battery & energy storage, and electric vehicle (EV) charging. Also included in the program, an interesting discussion session on energy efficient data centers using immersion cooling technology. Bear in mind that besides renewable energy implementation, energy efficiency measures are the next important mitigation for CO2 emission reduction globally. Furthermore, as the closing webinar of this year we organized a discussion session on how the carbon tax/trading system may help in reducing global emissions. All webinar series covered the learnings and opportunities from both countries, Indonesia and the Netherlands.

This booklet summarizes the learnings and findings from all INTPF programs in 2021. I am very hopeful and also confident that this collaborative technology forum will foster future potential research collaboration, investment deals, and long-term partnerships between Indonesia and the Netherlands in the years to come.

My sincere appreciation and thanks to all organizing committees of INTPF for their great effort and excellent teamwork, that despite the challenge of global pandemic situation, these programs were successfully held this year. Also my sincere gratitude to all collaborating and supporting partners: Indonesian Embassy in The Hague, ECADIN and IA-ITB in Jakarta. And last but not least, to all stakeholders and speakers who have greatly contributed to these INTPF programs.

INTPF Symposium 2020 – Mendorong Kerjasama Energi Terbarukan Indonesia-Belanda

Laporan Kegiatan Simposium INTPF – final

Link youtube: https://youtu.be/AtnuPcrxIkc

Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA-ITB) Belanda bekerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Den Haag dan Energy Academy Indonesia (ECADIN) mengadakan acara Indonesia-the Netherlands Technology Partnership Forum (INTPF) Symposium. Acara ini dilaksanakan secara online pada Selasa, 1 Desember 2020 dan mengambil tema energi terbarukan. Acara ini dihadiri lebih dari 190 peserta dari kalangan industri, akademisi, dan instansi pemerintah dari Indonesia maupun Belanda. Acara dibuka oleh Bapak Raymon Frediansyah (Ketua IA-ITB Belanda), Bapak Mayerfas (Duta Besar RI untuk Belanda) dan Bapak Ikmal Lukman (Deputi Promosi Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)) serta dilanjutkan dengan pidato kunci oleh Bapak Dadan Kusdiana (Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)).

Acara ini merupakan tindak lanjut dari kunjungan kenegaraan Raja Belanda ke Indonesia pada bulan Maret 2020 dan bertujuan mewujudkan kerjasama investasi dan inovasi teknologi antara Indonesia dan di Belanda. Dalam acara ini juga dilakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara PT Quadran Energi Rekayasa dengan Pondera Development BV dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga angin.

Dalam pidato kuncinya, Dirjen EBTKE memaparkan potensi energi terbarukan di Indonesia. Per tahunnya, lebih dari 1,5 miliar dollar AS investasi di bidang energi baru terbarukan (EBT) masuk ke Indonesia. Ke depan, Pemerintah berencana memprioritaskan energi surya yang menjadi semakin menarik biaya yang semakin murah. Juga ditekankan komitmen pemerintah dalam mereduksi emisi karbon sesuai target dalam Paris Agreement dengan cara mensubstitusi dan mengonversi sumber energi primer, serta meningkatkan penggunaan EBT.

Dalam diskusi panel disoroti sejumlah tantangan dalam realisasi kerja sama Indonesia-Belanda dalam pengembangan EBT di Indonesia. Dari aspek kebijakan, salah satu penghambat utama adalah belum selesainya revisi regulasi EBT di Indonesia. Akibatnya sulit untuk mencapai kesepakatan bisnis tanpa adanya payung hukum yang jelas. Selain itu dibutuhkan pemahaman terhadap kerangka kebijakan yang tepat, proses perizinan yang berlaku, serta kejelasan peran dan tanggung jawab dari masing-masing instansi di Indonesia. Persyaratan penggunaan komponen lokal juga menjadi salah satu isu yang didiskusikan.

Tantangan lain yang menjadi pembahasan adalah dari sisi pendanaan. Proyek-proyek energi terbarukan di Indonesia, terutama proyek skala kecil, sulit mendapat akses pendanaan. Hal ini dikarenakan risikonya yang tinggi serta biaya investasi per unit yang lebih mahal dibanding proyek dengan skala lebih besar. Karena itu, dibutuhkan berbagai inovasi model bisnis dan sumber-sumber pendanaan baru serta dukungan insentif dari pemerintah bagi para pelaku bisnis dan lembaga pendanaan yang ingin terlibat dalam proyek energi terbarukan di Indonesia.

Selain itu dibahas beberapa pembelajaran dalam kemitraan di bidang energi terbarukan. Pertama, perlunya kesamaan visi dan komitmen serta kompetensi dan jejaring yang saling melengkapi antara mitra bisnis. Kedua, keterlibatan dan dukungan dari kebijakan pemerintah, peningkatan kapasitas pelaku, dan mekanisme pasar yang sehat. Ketiga, energi terbarukan di Indonesia masih cenderung baru dan perkembangannya belum banyak diketahui, sehingga dibutuhkan kesabaran dalam merealisasikan program-program energi terbarukan di Indonesia. INTPF Symposium ini juga merupakan pre-event INTPF yang puncak acaranya akan diadakan di 2021.

Narahubung: Rihan Handaulah (Ketua INTPF 2021)

+31 6 41643816 || intpf@iaitb.nl

Peluncuran Buku dan Peringatan 100 tahun ITB dari Belanda

Link to youtube: https://youtu.be/xYNXsecWNaM

Memperingati 100 tahun dimulainya pendidikan tinggi teknik di Indonesia dengan pendirian ITB, Ikatan Alumni (IA-ITB) Belanda menerbitkan buku “Satu Abad Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia: Menuju Masa Depan Indonesia”. Peluncuran buku ini dilakukan pada peringatan ulang tahun ke-100 ITB yang dilaksanakan 4 Juli kemarin secara daring (online). Acara ini dihadiri lebih dari 80 orang alumni ITB di Belanda dan dibuka oleh Bapak Dr. Ridwan Djamaluddin selaku ketua umum PP IA-ITB. 

Buku ini merupakan kompilasi tulisan dari para alumni ITB yang kini berkarya di Belanda mengenai refleksi pengalaman dan pandangan ke depan mengenai peran ITB dan kiprah para alumninya. Diharapkan buku ini menjadi sumbangsih pemikiran yang dapat makin mengokohkan posisi ITB sebagai universitas teknik terkemuka di tanah air dan bersaing di tingkat global. Buku ini dalam waktu dekat akan dapat diakses oleh publik di Google Books/ Play Store.

Selain peluncuran buku, acara tersebut juga menghadirkan sejarawan dari Technische Universiteit (TU) Delft, Abel Streefland, yang mempresentasikan hasil penelitiannya dalam 3 tahun terakhir mengenai sejarah ITB. Pada awalnya, Technische Hoogeschool te Bandoeng yang kemudian menjadi ITB tak terlepas dari praktek politik etis kolonialisme yang membutuhkan peran lebih luas pribumi sebagai insinyur teknik. Untuk tujuan itu, diimpor lah para guru besar dari TU Delft ke Bandung. 

Abel Streefland menemukan dokumentasi yang menarik tentang kiprah Soekarno selama di ITB saat dipanggil menghadap oleh Prof Jan Klopper, rektor pertama ITB (TH Bandoeng). Dia meminta pada Soekarno untuk memilih antara menjadi seorang insinyur atau politisi, sebab tidak mungkin menjadi keduanya. Si mahasiswa yang dikenal brilian dari jurusan Teknik Sipil dan Arsitektur itu pun menjawab: akan menjadi seorang insinyur dan tidak akan terlibat dalam politik. 

Soekarno lalu menepati janji itu hingga tepat sebelum kelulusannya. Dia datang ke Prof Klopper dan mengatakan “Kesulitan yang dihadapi rakyatku membawaku pada kesadaran untuk tidak bisa tidak terlibat dalam politik!”. Soekarno lalu memohon untuk dibebaskan dari janjinya untuk tidak ikut politik. Ucapan Soekarno ini sungguh meninggalkan kesan yang mendalam bagi Sang Professor. Menurutnya, “Anak muda sering membuat janji dan tidak ditepatinya, tapi tidak bagi Soekarno yang meminta dulu pada saya agar dia dilepaskan dari janjinya yang sebelumnya”. 

Demikianlah alumni ITB yang ada di Belanda memperingati 100 tahun almamaternya dengan menggali sejarah, merefleksikannya, lalu menatap ke depan untuk selalu relevan menjawab tantangan dan mensyukuri kesempatan memperoleh pendidikan teknik di ITB. Agar selalu bisa berbakti, sebagaimana motto yang diajarkan selama mahasiswa, untuk Tuhan, Bangsa, dan Almamater. Sebab pendidikan yang baik bukan hanya menghasilkan lulusan yang cakap dan terampil saja, tetapi juga memiliki kesadaran untuk berkontribusi bagi masyakarat dan kemanusian, dengan memegang teguh nilai-nilai ilmu pengetahuan.

Rendahnya Kontribusi Riset, Apa Yang Bisa Dilakukan?

Link Youtube: https://youtu.be/XdB7vsar76s

(Utrecht, 20 Januari 2020) – Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA-ITB) Belanda mengadakan kegiatan diskusi pada hari Sabtu 18 Januari 2020. Bertempat di Gedung KBRI Den Haag, diskusi yang mengambil tema “Riset Industri dan Perguruan Tinggi: Belajar Dari Eropa Untuk Indonesia” dibuka dengan keynote speech oleh Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda, Bapak H.E. I Gusti Agung Wesaka Puja.


Diskusi tersebut menyoroti masih rendahnya kontribusi aktivitas riset dalam struktur perekonomian, yaitu hanya 0.25 % dari PDB. Sementara di negara-negara eropa sudah mencapai 2 %. Rendahnya dana riset ini tercermin dari minimnya partsipasi pelaku industry (sektor privat) dalam aktivitas riset yang hanya 10 % dari keseluruhan dana riset, sementara sisanya dilakukan oleh institusi-institusi publik. Berbanding terbalik dengan Eropa dimana kontribusi industry dalam aktivitas riset adalah 66 %. Selain jumlah peneliti di Indonesia sangat minim, hanya sebesar 1 peneliti per 1.000 penduduk. Beberapa usulan mencuat dari diskusi tersebut untuk menjembatani gap di atas.

Pertama, perlunya aturan yang jelas dan komitmen terhadap pemisahan fungsi pendidikan tinggi universitas dan pendidikan tinggi vokasi. Tiap tahunnya presentasi lulusan pendidikan vokasi di Eropa ialah 70%, berbanding 30% lulusan universitas. Hal ini sejalan dengan penyerapan SDM pada industri yg juga lebih banyak membutuhkan tenaga teknis dibanding kebutuhan tenaga riset. Di tanah air walau
institusi vokasi berjumlah 70% dari keseluruhan institusi pendidikan tinggi, namun justru lulusan pendidikan universitas menguasai pasar lapangan kerja. Akibatnya masyarakat lebih tertarik memasuki pendidikan universitas dibanding pendidikan vokasi.

Kedua, perlu ada terobosan bagaimana membuat sistem remunerasi yang lebih baik bagi peneliti. Selama ini skema pembiayaan dan remunerasi peneliti di tanah air belum memungkinkan peneliti mendapatkan keleluasaan untuk fokus pada kerja penelitian. Selain besarannya yang kurang memberikan insentif, aktivitas penelitian masih terlalu banyak disibukan dengan pekerjaan administratif.

Ketiga, perlu regulasi yang bias menjembatani sinergi antara para stakeholder, khususnya transfer teknologi antara peneliti dengan industri/ pasar. Sehingga setiap pihak bisa fokus pada peran dan kontribusinya. Salah satu contohnya ialah institusi riset publik seperti universitas, LIPI, maupun BPPT menjalankan agenda riset di wilayah riset mendasar yang bersifat jangka Panjang dan berorientasi knowledge/ science based research. Sementara industry lebih menitikberatkan perannya pada inovasi dan teknologi baru yg bermanfaat untuk org banyak dan bernilai komersial, bersifat jangka pendek/ menengah dan berorientasi commercially/market based research.

Acara diskusi ini juga merupakan salah satu bagian dari rangkaian peringatan Dies Natalis ITB ke-100 yang puncak acaranya akan diadakan di bulan Juli 2020.